Ini sudah lembaran to do list kesekian yang aku ingkari sendiri... Membacanya membuatku tiba-tiba saja ingin bicara dengan diri sendiri.. Biasanya, kita akan lebih pintar menasihati orang lain bukan? Maka kini aku ingin menganggapku orang lain, lalu berbicara padanya.
Ana, apa kamu tahu betapa banyak waktu yang kau buang percuma? Dari hari ke hari, jam demi jam, menit ke menit, detik demi detik... Rangkailah kembali ingatanmu lalu lihatlah apa yang sudah kau perbuat terhadap 2 hal besar dalam hidupmu: harapan orang tuamu dan mimpimu sendiri.
Aku tahu mungkin ini adalah salah satu waktu paling berat dalam hidupmu. Ketika kamu berada diujung masa kuliahmu, menghadapi begitu banyak tuntutan, deadline, apalagi dengan pilihan yang kamu pilih ini. Tapi apakah karena semua kesulitan itu lantas kamu berhak lari dan bersembunyi? apakah kemudian kamu boleh mengeluh kemudian merasa lelah dan bosan dengan rutinitas dan tuntutan itu? Apakah kamu bisa membiarkan penat di kepalamu itu membuat suasana menjadi begitu keruh? Tidak kan? Maka dari itu, mulailah bangkit dari jatuhmu. Mulai lah bergerak dari kemalasanmu.
Hey, putri kedua dari orang tua sempurna, kamu sebetulnya patut berbangga dengan harapan yang ditanam beliau-beliau itu sejak dulu terhadapmu. ketika mungkin ayah ibumu merencanakan hal yang besar akan hidupmu, maka sebetulnya mereka menganggapmu mampu memenuhi harapan itu. Sulit? betul sekali, sulit, tapi apakah dukungan, doa, dan prinsip yang mereka tanam selama ini tidak cukup membuatmu mengerti bahwa hari ini kamu adalah harapan mereka, apakah besok kamu ingin mematahkan harapan itu? tidak kan? maka dari itu, bukalah matamu, bayangkan wajah mereka, mulailah susun kembali mimpi-mimpi itu buat mereka.
Ana Wardatul Jannah, perempuan pemalas, pengulang-ulang kesalahan, wanita penuh teloransi terhadap diri sendiri, mau sampai kapan kamu begini? Bermimpi begitu tinggi sambil terus menunda kewajiban, berkhayal akan kebahagiaan sambil melupakan keharusan... Berkacalah, seandainya berkaca bisa menunjukkan rentetan dosamu sejak dulu, mungkin akan banyak orang memakimu karena kebodohanmu. Berkacalah dahulu, sebentar saja, lihat apa yang sudah kamu perbuat pada mimpimu. Sudah cukup? Sudah cukup menangisnya? Sudah habis airmata penyesalannya?
Sudah?
Kalau sudah, sekarang akan aku beritahu satu hal. Mungkin kamu tidak pernah tahu, bahwa didalam dirimu tertanam kemauan dan semangat yang besar, namun kamu tidak cukup sering menggunakannya dengan baik. Kamu sejak kecil begitu cerdas, namun begitu dewasa kamu tidak sadar akan hal itu, lalu lebih sering membiarkan dirimu tampak bodoh begitu saja. Aku tau kamu begitu mencintai orang tuamu lebih dari siapapun, bahkan matamu tiba-tiba akan basah saat sedikit saja seseorang bicara tentang betapa mereka luar biasa. Kamu malu, kamu malu terhadap mereka, terhadap rasa bangga mereka yang tidak pernah berkurang terhadapmu. iya kan? aku tahu kamu bisa jadi luar biasa ketika kamu mau bergerak dan mengeluarkan semua apa yang kamu miliki. namun kini kamu tampak begitu terpuruk. Kembali berkacalah.
Apa yang kau lihat?
Aku melihat semangat.
Aku akan bangun, bangkit dan merajut 2 hal besar dalam hidupku: harapan orangtuaku dan tentunya, mimpiku sendiri.