Monday, October 18, 2010

Selamat Ulang Tahun, Malaikatku!

Besok, 19 Oktober, malaikatku berulang tahun.

Mungkin baginya, ini tidak akan menjadi hal yang teramat penting. Buatnya, besok hanya akan jadi hari yang biasa saja, bangun paling pagi, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya, lalu membereskan rumah. Ketika siang datang, ia akan duduk di teras rumah bersama ayah, bersenda gurau sambil ditemani secangkir kopi, disusul dengan saling mencari uban, yang mungkin saja, di setiap siang dari hari ke hari bertambah banyak jumlahnya.

Aku menghitung, besok usianya akan menjadi 46 tahun. Tidak muda lagi memang, tapi ia tetap tampak begitu cantik dimataku. Raut wajahnya yang hangat, tidak pernah berubah sejak aku mampu mengingat wajahnya untuk pertama kali sampai hari ini. Hari ini, ketika akhirnya aku sudah berjalan cukup jauh, saat aku bukan lagi Ana kecil. Saat aku bukan lagi si kecil yang setiap hari ia mandikan, ia antar ke sekolah, lalu  ia suapi makan siang. Bukan lagi Ana mungil yang menangis ketika tidak bisa mengerjakan PR matematika, atau ngambek bila tidak boleh memakai raket pembunuh nyamuk di siang hari. Ketika aku tidak lagi ingin membangunkannya begitu pagi saat ujian, memintanya membuatkan coklat panas, lalu merengek untuk ditemani belajar di sofa ruang tengah.

Malam ini, tepat ketika jari-jariku bergerak diatas keyboard laptop silverku, aku merasa ada kerinduan pada masa-masa itu. Aku rindu ia mandikan, ia suapi, ia antar ke sekeloah. Aku ingin mengulang saat-saat dimana ia membuatku menangis, tapi sekaligus membuatku mengerti bahwa siang hari adalah saatnya aku istirahat, bukan menangkapi nyamuk dengan raket stroom. Aku rindu melihatnya tertidur di pagi buta, setengah lelap di sofa gading ruang tengah, berselimut hangat, menemaniku mengerjakan satu demi satu soal untuk ujian. Aku rindu masa-masa itu. Namun, keberadaanku hari ini, disini, lebih dari separuh penyebabnya adalah, karena aku ingin membahagiakannya lebih dari apapun. Aku ingin suatu hari ia bisa tersenyum karenaku. Aku ingin segera menuntaskan episode-episode dimana airmatanya jatuh begitu saja tak tertahankan hanya karena aku, ketika amarahnya hampir meluap tak tertahankan juga karena kesalahanku.

Ibu adalah psikolog terbaik. Ia tahu bagaimana memperlakukan aku dan kedua saudaraku yang karakternya berseberangan, namun mampu membuat kami menerima sikapnya sebagai kasih sayang yang sama rata. Ia paham betul cara membangkitkan semangatku saat aku down, ia tahu cara memarahiku ketika aku keluar jalur. Ia akan menyiapkan teh manis hangat, setiap kali aku merasa mood-ku tidak baik, itu adalah bukti keahliannya membaca isi hatiku. Dan ia tahu pasti ketika aku tengah jatuh cinta, ia menafsirkan senyumku dengan persisi.

Jika aku harus bertanya kepada ayah, tentang rasa dan asa yang tumbuh bersama ibu selama 25 tahun ini, aku yakin ayah hanya akan mampu untuk diam. Karena keberadaan ibu dalam keluarga kecil kami, adalah anugerah terbesar yang bahkan tidak ada satupun kosa kata yang mampu menggambarkannya, tidak juga untaian kalimat yang teramat panjang mampu menjelaskannya. Hanya kami, orang-orang beruntung yang selalu melihatnya tersenyum setiap hari, yang bisa mengerti dalam hati akan anugrah ini.

Kalau aku besok mengucapkan selamat ulang tahun, aku yakin ia tidak akan terlalu excited. Aku yakin, sekali lagi, besok akan ia jalani seperti biasa.

Tapi bagiku, besok tetap hari yang istimewa. Karena pada dasarnya, setiap hari yang menurutnya biasa saja pun, adalah istimewa buatku. Karena aku tahu, ketika ia bangun tidur, sebelum menyiapkan sarapan, ia akan ke kamar mandi, tanpa memanaskan air, mengambil wudhu untuk shalat shubuh. Dalam shalatnya kemudian, aku tahu tak putus-putus doa yang ia panjatkan dalam sepi, untuk kesehatan bagi suami dan anak-anaknya, untuk iman yang selalu ia harap dikaruniakan kepada keluarganya, untuk kemudahan dan kelancaran bagi jalan yang ditempuh oleh anggota keluarga kecilnya, oleh suaminya: ayahku, dan oleh ketiga putrinya: aku dan kedua saudaraku. Besok, seperti tahun sebelumnya, aku yakin ibu akan bergurau dan merajuk kepada ayah, minta diberi hadiah. Tapi ketika ayah balik bertanya, ibu hanya akan terbahak lepas. Memang tidak ada yang ia inginkan, selain kebahagiaan bagi kami, keluarganya. Tidak ada yang lebih ia harapkan, selain melihat ketiga putrinya suatu hari akan memetik keberhasilan, keberhasilan yang sesungguhnya tidak rumit. Bukan kekayaan, bukan kemapanan. Ia hanya ingin kami hidup seutuhnya sesuai dengan hakikat hidup seharusnya, sesuai dengan tujuan hidup yang sudah ditetapkan.

Happy Birthday, Mom...
Selalu ada doa mengalir untuk yang terbaik untukmu..
I Love you so much...

No comments:

Post a Comment

Selamat Ulang Tahun, Malaikatku!

Besok, 19 Oktober, malaikatku berulang tahun.

Mungkin baginya, ini tidak akan menjadi hal yang teramat penting. Buatnya, besok hanya akan jadi hari yang biasa saja, bangun paling pagi, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya, lalu membereskan rumah. Ketika siang datang, ia akan duduk di teras rumah bersama ayah, bersenda gurau sambil ditemani secangkir kopi, disusul dengan saling mencari uban, yang mungkin saja, di setiap siang dari hari ke hari bertambah banyak jumlahnya.

Aku menghitung, besok usianya akan menjadi 46 tahun. Tidak muda lagi memang, tapi ia tetap tampak begitu cantik dimataku. Raut wajahnya yang hangat, tidak pernah berubah sejak aku mampu mengingat wajahnya untuk pertama kali sampai hari ini. Hari ini, ketika akhirnya aku sudah berjalan cukup jauh, saat aku bukan lagi Ana kecil. Saat aku bukan lagi si kecil yang setiap hari ia mandikan, ia antar ke sekolah, lalu  ia suapi makan siang. Bukan lagi Ana mungil yang menangis ketika tidak bisa mengerjakan PR matematika, atau ngambek bila tidak boleh memakai raket pembunuh nyamuk di siang hari. Ketika aku tidak lagi ingin membangunkannya begitu pagi saat ujian, memintanya membuatkan coklat panas, lalu merengek untuk ditemani belajar di sofa ruang tengah.

Malam ini, tepat ketika jari-jariku bergerak diatas keyboard laptop silverku, aku merasa ada kerinduan pada masa-masa itu. Aku rindu ia mandikan, ia suapi, ia antar ke sekeloah. Aku ingin mengulang saat-saat dimana ia membuatku menangis, tapi sekaligus membuatku mengerti bahwa siang hari adalah saatnya aku istirahat, bukan menangkapi nyamuk dengan raket stroom. Aku rindu melihatnya tertidur di pagi buta, setengah lelap di sofa gading ruang tengah, berselimut hangat, menemaniku mengerjakan satu demi satu soal untuk ujian. Aku rindu masa-masa itu. Namun, keberadaanku hari ini, disini, lebih dari separuh penyebabnya adalah, karena aku ingin membahagiakannya lebih dari apapun. Aku ingin suatu hari ia bisa tersenyum karenaku. Aku ingin segera menuntaskan episode-episode dimana airmatanya jatuh begitu saja tak tertahankan hanya karena aku, ketika amarahnya hampir meluap tak tertahankan juga karena kesalahanku.

Ibu adalah psikolog terbaik. Ia tahu bagaimana memperlakukan aku dan kedua saudaraku yang karakternya berseberangan, namun mampu membuat kami menerima sikapnya sebagai kasih sayang yang sama rata. Ia paham betul cara membangkitkan semangatku saat aku down, ia tahu cara memarahiku ketika aku keluar jalur. Ia akan menyiapkan teh manis hangat, setiap kali aku merasa mood-ku tidak baik, itu adalah bukti keahliannya membaca isi hatiku. Dan ia tahu pasti ketika aku tengah jatuh cinta, ia menafsirkan senyumku dengan persisi.

Jika aku harus bertanya kepada ayah, tentang rasa dan asa yang tumbuh bersama ibu selama 25 tahun ini, aku yakin ayah hanya akan mampu untuk diam. Karena keberadaan ibu dalam keluarga kecil kami, adalah anugerah terbesar yang bahkan tidak ada satupun kosa kata yang mampu menggambarkannya, tidak juga untaian kalimat yang teramat panjang mampu menjelaskannya. Hanya kami, orang-orang beruntung yang selalu melihatnya tersenyum setiap hari, yang bisa mengerti dalam hati akan anugrah ini.

Kalau aku besok mengucapkan selamat ulang tahun, aku yakin ia tidak akan terlalu excited. Aku yakin, sekali lagi, besok akan ia jalani seperti biasa.

Tapi bagiku, besok tetap hari yang istimewa. Karena pada dasarnya, setiap hari yang menurutnya biasa saja pun, adalah istimewa buatku. Karena aku tahu, ketika ia bangun tidur, sebelum menyiapkan sarapan, ia akan ke kamar mandi, tanpa memanaskan air, mengambil wudhu untuk shalat shubuh. Dalam shalatnya kemudian, aku tahu tak putus-putus doa yang ia panjatkan dalam sepi, untuk kesehatan bagi suami dan anak-anaknya, untuk iman yang selalu ia harap dikaruniakan kepada keluarganya, untuk kemudahan dan kelancaran bagi jalan yang ditempuh oleh anggota keluarga kecilnya, oleh suaminya: ayahku, dan oleh ketiga putrinya: aku dan kedua saudaraku. Besok, seperti tahun sebelumnya, aku yakin ibu akan bergurau dan merajuk kepada ayah, minta diberi hadiah. Tapi ketika ayah balik bertanya, ibu hanya akan terbahak lepas. Memang tidak ada yang ia inginkan, selain kebahagiaan bagi kami, keluarganya. Tidak ada yang lebih ia harapkan, selain melihat ketiga putrinya suatu hari akan memetik keberhasilan, keberhasilan yang sesungguhnya tidak rumit. Bukan kekayaan, bukan kemapanan. Ia hanya ingin kami hidup seutuhnya sesuai dengan hakikat hidup seharusnya, sesuai dengan tujuan hidup yang sudah ditetapkan.

Happy Birthday, Mom...
Selalu ada doa mengalir untuk yang terbaik untukmu..
I Love you so much...